Kamis, 19 April 2012

HADIST SHAHIH, HASAN dan DHA’IF

Ass.Wr.Wb,disini saya kembali akan posting tugas sekolah saya yaitu tugas pelajaran P.A.I yang tugasnya yaitu berikut ini :
HADIST SHAHIH,  HASAN  dan  DHA’IF

A.    Hadis Shahih
1. Pengertian dan syarat-syarat hadits shahih
      Ibnu shalah mengemukakan definisi hadis shahih, yaitu:
      “Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya bersambungan melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula, sampai ujungnya, tidak syaz dan tidak mu’allal (terkena illat)[1]
      Ajjaj al-Khatib memberikan definisi hadis shahih, yaitu:
“Hadis yang bersambungan sanadnya melalui periwayatan perawi tsiqah dari perawi lain yang tsiqah pula sejak awal sampai ujungnya (rasulullah saw) tanpa syuzuz tanpa illat”

            Shubhi Shahih juga memberikan rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam melihat keshahihan sebuah hadis, yaitu:
a.       Hadis tersebut shahih musnad, yakni sanadnya bersambung sampai yang teratas.
b.      Hadis shahih bukanlah hadis yang syaz yaitu rawi yang meriwayatkan memang terpercaya , akan tetapi ia menyalahi rawi-rawi yang lain yang lebih tinggi.
c.       Hadis shahih bukan hadis yang terkena ‘illat. Illatialah: sifat tersembunyi yang mengakibatkan hadis tersebut cacat dalam penerimaannya, kendati secara zahirnya terhindar dari illat.
d.      Seluruh tokoh sanad hadis shahih itu adil dan cermat[5]
            
Definisi-definisi dan rambu-rambu yang diutarakan oleh muhaddisin tentang hadis shahih diatas, dengan kalimat yang berbeda, namun tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam pemahaman ciri hadis shahih. Dengan kata lain, bahwa sebuah hadis dikatakan shahih, jika hadis tersebut memiliki sanad yang bersambung (muttashil) sampai ke rasulullah saw. dinukil dari dan oleh orang yang adil lagi dhabit tanpa adanya unsur syaz maupun mu’allal(terkena illat).
            
Dengan demikian apabila ada hadis yang sanadnyamunqathi’, mu’dal dan muallaq dan sebagainya, maka hadis tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hadis shahih. Demikian halnya dengan illat sebuat hadis, jika sebuah hadis memiliki illat maupun syaz, maka tidak dapat disebut hadis shahih.
Dengan demikian apabila ada hadis yang sanadnyamunqathi’, mu’dal dan muallaq dan sebagainya, maka hadis tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hadis shahih. Demikian halnya dengan illat sebuat hadis, jika sebuah hadis memiliki illat maupun syaz, maka tidak dapat disebut hadis shahih.
            Meskipun definisi dan rambu-rambu yang dikemukakan oleh muhaddisin tentang hadis shahih diatas tidak terdapat perbedaan dalam pemahaman ciri-ciri hadis shahih, namun dalam penerapan masing-masing persyaratan kadang-kadang tidak sama, misalnya dalam hal persambungan sanad, ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bersambung sanadnya adalah apabila periwayat satu dengan periwayat thabaqah berikutnya harus betul-betul “serah terima” hadis, peristiwa serah terima ini dapat dilihat dari redaksi jadi tidak cukup hanya dengan  sebab             tidaklah menjamin bahwa proses cukup hanya dengan pemindahan itu secara langsung.


4Kitab-kitab yang memuat Hadis Shahih.
            Manna’ Khalil al-Qatthan dalam Mabahits Fi ‘Ulum al-Hadis, mengemukakan bahwa diantara kitab-kitab yang memuat hadis shahih adalah[9]:
a.   Shahih Bukhari                      c. Shahih Ibn Hibban
b.  Shahih Muslim                        d. Shahih Ibn Khuzaimah           e.   Mustadrak al-Hakim
      Sedangkan menurut Ajjaj al-Khatib bahwa kitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih adalah:
a.   Shahih Bukhari                       e. Sunan an-Nasa’i     
b.  Shahih Muslim                        f. Sunan  Ibn Majah
c.   Sunan Abu Daud                    g. Musnad Ahmad ibn Hanbal
d.  Sunan at-Tirmidzi
      Nuruddin ‘Itr didalam kitabnya Manhaj an-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis mengemukakan bahwa kitab-kitab yang memuat hadis-hadis shahih antara lain:
a.   al-Muwattha’                                                                                     
b.  Shahih Bukhari                      
c.   Shahih Muslim
d.  Shahih Ibn Khuzaimah
e.   Shahih Ibn Hibban
f.   Al-Mukhtarah[11]






B. Hadis Hasan
                                                            1.  Pengertian Hadis Hasan
      Hadis  hasan  ialah hadis yang sanadnya bersambung, oleh penukil yang ‘adil namun kurang ke-dhabit-annya (tidak terlalu kuat ingatannya)  serta terhindar dari Syaz dan illat.
      Perbedaan antara hadis Hasan dengan Shahih terletak pada dhabityang sempurna untuk hadis shahih dan dhabit yang kurang untuk hadis hasan
      Ibn Hajar sebagaimana dinukil Mahmud Thahhan dalam Musthalah Hadis mengemukakan bahwa khabar ahad yang diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi sempurna ke-dhabithan-nya, mutthashil tanpasyaz dan illat. Itulah yang disebut shahih li dzatihi. Bila kedhabithannya kurang maka itulah hadis hasan li dzatihi
      Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis hasan adalah hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis shahih seluruhnya, hanya saja semua perawi atau sebagiannya,  kurang  ke-dhabitan-nya dibanding dengan perawi hadis shahih. 
      Berdasarkan pada pengertian-pengertian yang telah dikemukakan diatas, para ulama hadis merumuskan kriteria hadis hasan, kriterianya sama dengan hadis shahih, Hanya saja pada hadis hasan terdapat perawi yang tingkat kedhabitannya kurang atau lebih rendah dari perawi hadis shahih.
      Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis hasan mempunyai kriteria sebagai berikut:
a.       Sanad hadis harus bersambung.
b.      Perawinya adil
c.       Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang dimiliki oleh perawi hadis shahih
d.      Hadis yang diriwayatkan tersebut tidak syaz
e.       Hadis yang diriwayatkan terhindar dari illat yang merusak (qadihah)

4. Kitab-kitab Yang Memuat Hadis Hasan
            Ulama yang mula-mula membagi hadis sebagai hadis shahih, hasan dan dha’if adalah Imam at-Tirmidzy, sehingga wajar jika Imam at-Tirmidzy memiliki peran dalam menghimpun hadis-hadis hasan. Diantara kitab-kitab yang memuat hadis hasan adalah:
a.   Sunan at-Tirmidzy
b.  Sunan Abu Daud
c.   Sunan ad-Dar Quthny

C. Hadis Dhaif
                                                                1.  Pengertian dan Pembagian Hadis Dha’if
            Dha’if menurut bahasa adalah lawan dari kuat. Dha’if ada dua macam, yaitu lahiriyah dan maknawiyah. Sedangkan yang dimaksud disini adalah dha’if maknawiyah.
            Hadis dhaif menurut istilah adalah “hadis yang didalamnya tidak didapati syarat hadis shahih dan tidak pula didapati syarat hadis hasan.”
            Dhaif disebabkan karena tidak memenuhi syarat bersambungnya Sanad.
2. Pengamalan Hadits Dha’if
            Hadis dhaif pada dasarnya adalah tertolak dan tidak boleh diamalkan, bila dibandingkan dengan hadis shahih dan hadis hasan. Namun para ulama  melakukan pengkajian terhadap kemungkinan dipakai dan diamalkannya hadis dhaif, sehingga terjadi perbedaan pendapat diantara mereka.
Ada tiga pendapat dikalangan ulama mengenai penggunaan hadis dhaif:
a.   Hadis dhaif tidak bisa diamalkan secara mutlak, baik mengenai fadhail a’mal maupun ahkam. pendapat ini diperpegangi oleh Yahya bin Ma’in, Bukhari dan Muslim, Ibnu Hazm, Abu Bakar ibn Araby.
b.  Hadis dhaif bisa digunakan secara mutlak, pendapat ini dinisbatkan kepada Abu Daud dan Imam Ahmad. Keduanya berpendapat bahwa hadis dhaif lebih kuat dari ra’yu perorangan.
c.   Sebagian ulama berpendapat bahwa Hadis dhaif bisa digunakan dalam masalah fadhail mawa’iz atau yang sejenis bila memenuhi beberapa syarat.[35]
Ulama-ulama yang mempergunakan hadis dhaif dalamfadhilah amal, mensyaratkan kebolehan mengambilnya dengan tiga syarat:
1)  Kelemahan hadis itu tiada  seberapa.
2)  Apa yang ditunjukkan hadis itu juga ditunjukkan oleh dasar lain yang dapat diperpegangi, dengan arti bahwa memeganginya tidak berlawanan dengan suatu dasar hukum yang sudah dibenarkan.
3)  Jangan diyakini kala menggunakannya bahwa hadis itu benar dari nabi. Ia hanya dipergunakan sebagai ganti memegangi pendapat yang tidak berdasarkan pada nash sama sekali.[36]
3. Kitab-kitab Yang diduga Mengandung Hadis Dhaif.
1.      Ketiga Mu’jam at-Thabrani: al-Kabir, al-Awsat, as-Shagir
2.      Kitab al-Afrad, karya ad-Daruquthny
3.      Kumpulan karya al-Khatib al-baghdadi
4.      Kitab Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’, karya abu Nu’aim al-Asbahani.

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan ragu untuk membaca artikel yang saya buat ini.
Terima Kasih bila anda sudah mau membaca Artikel yang saya baca.
Silahkan tinggalkan komentar dan saran untuk lebih baik lagi blog yang saya buat.